konstitusi republik Indonesia
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
David p marpaung (12.185.0001)
Dosen : sukardo sitohang
![](file:///C:/Users/Marpaung/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
Perencanaan wilayah
dan kota
Kata
Pengantar
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat izin-Nya kami masih diberikan kesehatan dan kemampuan
untuk memberikan ide-ide ini ke dalam sebuah makalah dan dapat berbagi dengan
para pembaca.
Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memahami Konstitusi Republik
Indonesia, yang kami sajikan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun
dengan penuh rintangan, baik yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Kami menyadari kesempurnaan hanya
milik Tuhan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini dan penulisan makalah
ini di masa yang akan datang.
Medan, 9 Oktober 2015
Penyusun
KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
PENGERTIAN
KONSTITUSI
“Keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintah diselenggarakan dalam suatu masyarakat.” Dalam arti yang paling
luas berarti Hukum Tata Negara, yaitu keseluruan aturan dan ketentuan
(hukum)yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Contoh: istilah
Contitutional Law dalam bahasa Inggris berarti Hukum Tata Negara. Dalam arti
sempit, berarti Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumenyang
memuat aturan-aturan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok.Konstitusi (bahasa
latin: constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum
bentukan pada pemerintahan negara-biasanya dimodifikasikan sebagai dokumen
tertulis. Dalam kasus bentukannegara,konstitusi memuat aturan dan
prinsip-prinsip entitas politik dan hukum,istilah ini merujuk secara
khususuntuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar
politik,prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan
struktur,prosedur,wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya.
Konstitusiumumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya.
SIFAT KONSTITUSI
Sifat pokok konstitusi negara adalah flexible (luwes) dan
rigid (kaku). Konstitusi dikatakan flexible, bila pembuatan konstitusi
menetapkan cara mengubahnya tidak berat, dengan mempertimbangkan perkembangan
masyarakat sehingga mudah mengikuti perkembangan zaman (contoh Inggris, dan
Selandia Baru). Konstitusi bersifat rigid bila pembuat konstitusi menetapkan
cara perubahan carayang sulit dengan maksud agar tidak mudah diubah hukum
dasarnya (contoh : Amerika , Kanada, Jerman, dan Indonesia)
Fungsi pokok konstitusi atau Undang Undang Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapka hak-hak warga negara akan lebih di lindungi. Gagasan ini dinamakan konstitualisme.
Menurut, Carl J. Friedrich, konstitualisme merupakan gagasan di mana pemerintah dipasang sebagai suatu kumpulan kegiatan yang dilaksanakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaanyang diperlukan pemerintahan itu tidak di salahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatas-pembatas ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar.
Fungsi pokok konstitusi atau Undang Undang Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapka hak-hak warga negara akan lebih di lindungi. Gagasan ini dinamakan konstitualisme.
Menurut, Carl J. Friedrich, konstitualisme merupakan gagasan di mana pemerintah dipasang sebagai suatu kumpulan kegiatan yang dilaksanakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaanyang diperlukan pemerintahan itu tidak di salahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatas-pembatas ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar.
Negara-negara
komunis pada umumnya menolak gagasan konstitualisme karenanegara berfungsi
ganda. Pertama, mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam
perjalanan ke arah tercapainya masyarakat komunis dan merupakan pencatatan
formil di legal dari kemajuan yang telah dicapai. Kedua, Undang-Undang Dasar
memberikan kerangka dan dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang
dicita-citakan dalam tahap perkembangan berikutnya.
Sedangkan negara-negara Asia-Afrika pada umumnya, Undang Undang Dasar merupakan salah satu atribut yang melambangkan kemerdekaan. Di antara negara0negara itu, ada yang menganggap Undang-Undang Dasar sebagai suatu dokumen yang mempunyai arti yang khas (konstitualisme), seperti negara Filipina, India, termasuk juga Indonesia.
Dengan memperhatikan sifat dan fungsi konstitusional atau Undang Undang Dasar, maka setiap Undang Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Sedangkan negara-negara Asia-Afrika pada umumnya, Undang Undang Dasar merupakan salah satu atribut yang melambangkan kemerdekaan. Di antara negara0negara itu, ada yang menganggap Undang-Undang Dasar sebagai suatu dokumen yang mempunyai arti yang khas (konstitualisme), seperti negara Filipina, India, termasuk juga Indonesia.
Dengan memperhatikan sifat dan fungsi konstitusional atau Undang Undang Dasar, maka setiap Undang Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
- Organisasi negara, misalnya
pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
- Hak-hak asasi manusia (biasa di
sebut Bill of Right) kalau berbentuk naskah tersendiri.
- Prosedur mengubah Undang-Undang
Dasar.
- Ada kalanya memuat larangan
untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
TUJUANNYA
ecara umum, tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk
mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari
terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta
memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara. Jadi, pada
hakikatnya konstitusi Indonesia bertujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan
negara dengan berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.
adapun
beberapa pendapat ahli tentang tujuan konstitusi, yaitu :
-
C.F. Strong = Tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan
tindakan pemerintah untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
- Karl Loewenstein = untuk mengawasi proses kekuasaan. Oleh karena itu Setiap konstitusi mempunyai dua tujuan yaitu :
- Karl Loewenstein = untuk mengawasi proses kekuasaan. Oleh karena itu Setiap konstitusi mempunyai dua tujuan yaitu :
1)
untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik
2) untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa,dan menetapkan bagi penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka, sehingga tidak terdapat kekuasaan yang semena – mena atau kekuasaan Absolutisme.
- Bagir Manan = untuk mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Sehingga dimana ada organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan diperlukan konstitusi.
2) untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa,dan menetapkan bagi penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka, sehingga tidak terdapat kekuasaan yang semena – mena atau kekuasaan Absolutisme.
- Bagir Manan = untuk mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Sehingga dimana ada organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan diperlukan konstitusi.
FUNGSI KONSTITUSI
Fungsi
Konstitusi:
- Konstitusi akan memberikan
legitimasi pada kekuasaan pemerintah.
- Konstitusi akan menjadi dan
sebagai penentu pembatas kekuasaan sebagai fungsi konstitusioanalisme.
- Kosntitusi merupakan instrumen
dari satu-satunya pemegang kekuasaan yakni rakyat.
- Konstitusi yang berjalan baik
akan membawa perubahan yang baik pula bagi negara dan begitupun sebaliknya
KEDUDUKAN UUD
Di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 termuat
unsur-unsur seperti yang diisyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum yaitu
“kebulatan dari keseluruhan peraturan hukum”. Adapun syarat-syarat yang
dimaksudkan mencakup hal-hal berikut:
- Adanya kesatuan objek
(penguasa) yang mengadakan peraturan-peraturan hukum. Hal ini terpenuhi
dengan adanya suatu Pemerintah Republik Indonesia
- Adanya kesatuan asas kerohanian
yang menjadi dasar keseluruhan peraturan hukum. Hal initerpenuhi oleh
adanya dasar Filsafat Negara Pancasila
- Adanya kesatuan daerah dimana
keseluruhan peraturan hukum itu berlaku, terpenuhi oleh penyebutan
“seluruh tumpah darah Indonesia”
- Adanya kesatuan waktu dimana keseluruhan
peraturan hukum itu berlaku. Hal itu terpenuhi oleh penyebutan “disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia”
yang berlangsung saat sejak timbulnya Negara Indonesia sampai seterusnya
selama Negara Indonesia ada.
Pokok
kaidah negera yang fundamental menurut ilmu hukm tata Negara mempunyai
beberapaunsur mutlak antara lain:
- Dari segi terjadinya,
ditentukan oleh pembentuk Negara dan terjelma dalam suatu bentuk
pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak pembentuk Negara untuk
menjadikan hal-hal tetentu sebagai dasar Negara yang dibentuknya.
- Dari segi isinya, memuat
dasar-dasar pokok Negara yang dibentuk sebagai berikut :
·
Dasar
tujuan Negara (tujuan umum dan tujuan khusus).Tujuan umum, tercakup dalam
kalimat untuk memajukan kesejahteraan umumdan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
Tujuan umum ini berhubungan dengan masalah hubungan antara bangsa (hubungan
luar negri) atau politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
·
Tujuan
khusus, tercakup dalam kaimat “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mencerdaskan ehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan
social bagiseluruh rakyat Indonesia. Tujuan ini bersifat khusus dalam kerangka
tujuan bersama, yaitu menuju masyarakat adil dan makmur.
·
Ketentuan
diadakannya Undang- Undang Dasar yang tersimpul dalam kalimat, “Maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia”.
·
Bentuk
Negara, adalah “Republik yang berkedaulatan Rakyat”
·
Dasar
filsafat Negara (asas kerohaian) pancasila yang tercakup dalam kalimat
“….dengan berdasar kepada : Ke-Tuhanan yang MAha Esa; Kemanusian yang adil dan
beradab, PersatuanIndonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyaaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan
demikian, pembukaan UUD 1945 telah memenuhi syarat sebagai pokok kaidahNegara
yang fundamental ( fundamental norm ). Dalam hubungannya dengan
pasal-pasal UUD1945 (Batang Tubuh UUD 1945).UUD memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
- Karena sifatnya tertulis dan
rumusannya jelas, UUD 1945 merupakan hukum positif yangmengikat pemerintah
sebagai penyelenggara negara, dan juga mengikat setiap warga negara.
- Membuat norma–norma,
aturan–aturan serta ketentuan –ketentuan yang dapat dan harusdilaksanakan
secara konstitusional.
- UUD 1945, termasuk pembukaan
UUD 1945 yang dalam tertib hukum Indonesia merupakan undang –undang yang tertinggi,
menjadi alat kontrol norma–norma hukum yang lebih rendah dalam hirarki
tertib hukum Indonesia.
UUD NRI 1945
APA
SAJA YANG DI UBAH AMANDEMEN 1 – 4
Penggantian dan Perubahan pada intinya sama-sama merupakan perubahan
dalam arti luas. Prosedur perubahan UUD yang terjadi di Indonesia
dari uraian diatas terlihat terdapat dua tradisi yang dianut yaitu pertama,
kebiasaan mengadakan penggantian naskah UUD, artinya naskah Konstitusi diganti
dengan naskah Konstitusi yang baru. Kedua, perubahan konstitusi melalui naskah
yang terpisah dari teks aslinya, naskah asli UUD tetap utuh, tetapi terdapat
perubahan pertama, kedua, ketiga, keempat. Berkaitan dengan prosedur perubahan
sebagai penentu kaku atau rigidnya suatu UUD. Sebelum perubahan UUD Tahun 1945
Pasal 37 menentukan prosedur 2/3x2/3, maksudnya forum MPR dianggap berwenang
mengubah UUD apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Majelis,
dan putusan dianggap sah apabila didukung atau disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir. Dengan perkataan lain, materi UUD
sudah dapat diubah apabila didukung oleh 2/3x2/3=4/9 anggota MPR, sehingga
nampak UUD tahun 1945 ini bersifat fleksibel.
Perubahan pertama UUD 1945, disahkan 19 Oktober 1999 yang mampu mematahkan konservatisme
dari sakralisasi bahwa UUD tidak boleh dirubah-ubah. Perubahan ini mencakup
perubahan atas 9 Pasal UUD 1945, yaitu: Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9
ayat(1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (2) , Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1) sampai
dengan ayat (4), dan Pasal 21. Ke 9 pasal tersebut bersifat ekuivalen dengan 16
butir ketentuan dasar.
Perubahan kedua UUD 1945,
Sidang Tahunan MPR kembali tahun 2000, yang menetapkan perubahan kedua tanggal
18 Agustus 2000. Cakupan materi yang diubah pada naskah ini lebih luas,
meliputi 27 Pasal yang tersebar dalam 7 BAB, yaitu BAB IV tentang” Pemerintah
Daerah”, BAB VII tentang” DPR”, BAB IX A tentang”Wilayah Negara”, BAB X
tentang” Warga Negara dan Penduduk”, BAB XA tentang” Hak Asasi Manusia”, BAB
XII tentang” Pertahanan dan Keamanan Negara”, dan BAB XV tentang” bendera,
bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan”.
Perubahan ketiga UUD 1945, Sidang
Tahunan MPR-RI tahun 2001 yang menetapkan Perubahan Ketiga tanggal 9 November
2001. Perubahan terjadi pada Bab I tentang” Bentuk dan Kedaulatan “, Bab II
tentang” MPR”, Bab III tentang” Kekuasaan Pemerintahan Negara”, Bab V tentang”
Kementrian Negara”, Bab VII A tentang Dewan Perwakilan Daerah”, Bab VIIB
tentang” Pemilihan Umum”, dan Bab VIIIA tentang” Badan Pemeriksa Keuangan”.
Perubahan ini substansi yang diatur sebagian besar sangat mendasar, secara
kuantitatif Perubahan ini banyak muatanya, juga dari segi isinya, sedangkan
secara kualitatif materi perubahan Ketiga ini dapat dikatakan sangat mendasar
pula.
Perubahan keempat UUD 1945, Sidang
Tahunan MPR Tahun 2002 menetapkan Perubahan Keempat tanggal 10 Agustus 2002,
dalam naskah tersebut ditetapkan bahwa a)UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana telah
diubah dengan Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah UUD NRI
Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan
kembali dengan Dekrit Presiden pada Tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara
aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR; b) penambahan bagian akhir
pada Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dengan kalimat” Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat RI ke 9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI
dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan; c) Pengubahan penomoran Pasal
3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan ketiga UUD NRI Tahun 1945 menjadi Pasal 3
ayat (2) dan ayat(3), Pasal 25 E Perubahan kedua UUD NRI Tahun 1945 menjadi
Pasa 25 A; d) penghapusan judul Bab IV tentang” DPA” dan perubahan substansi
Pasal 16 serta penempatanya kedalam BAB III tentang” Kekuasaan Pemerintahan
Negara”; e) pengubahan dan/ atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6 A ayat
(4); Pasal 8 ayat (3); Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23 B;Pasal 23D, Pasal
24 ayat (3); BAB XIII, Pasal 31 ayat (1) , ayat (2), ayat(3), ayat(4), dan ayat
(5); Pasal 34 ayat (1), ayat(2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5); aturan peralihan Pasal I,II,dan III;
Aturan Tamabahan Pasal I dan II UUD NRI Tahun 1945. Perubahan keempat UUD NRI
Tahun 1945 menghapuskan Penjelasan UUD tahun 1945.
Tujuan perubahan UUD 1945 (melalui amandemen ke-1 sampai ke-4), antara lain :
1.menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945 dan memperkokoh NRI;
2.menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
3.menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD.
4.menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa;
5.menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara sejahtera;
6.melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti penyelenggaraan pemilu;
7.menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungan untuk kurun waktu yang akan datang.
1.menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945 dan memperkokoh NRI;
2.menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
3.menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD.
4.menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa;
5.menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara sejahtera;
6.melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti penyelenggaraan pemilu;
7.menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungan untuk kurun waktu yang akan datang.
Secara substansi perubahan pertama sampai ke empat UUD NRI Tahun 1945 ini masih
menyimpan celah untuk melakukan perubahan lanjutan, disebabkan pergolakan
ketatanegaraan di Indonesia yang semakin berkembang seiring dengan kebutuhan
ketatanegaraan dan masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat pada masih banyak
kekurangan yang belum dibahas dalam UUD, seperti lembaga atau komisi yang tidak
memiliki tempat dalam konstitusi, contohnya keberadaan Ombudsman RI, selain itu
Posisi DPD, pengaturan tentang Pasal 33, 34 yang implementasinya masih terdapat
kekurangan, posisi MK ketika MPR dimasukkan kembali dalam hierarki peraturan
perundang-undangan, dan lainya. UUD NRI Tahun 1945 kita ini bersifat fleksibel,
Pasal 37 UUD memungkinkan untuk dilakukan pengusulan untuk melakukan perubahan
sesuai dengan prosedur dalam Pasal tersebut yang baik. Jadi perubahan
keempat ini secara materi masih bisa untuk dilakukan perubahan.
KONSTITUSI
APA SAJA YANG ADA DI INDONESIA
Konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di
Indonesia sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara
Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS
1949, dan UUD Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD
tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
Ø 18
Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
Ø 27
Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
Ø 17
Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
Ø 5
Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
Ø 19
Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).
1.
UUD 1945 Periode 18Agustus 1945– 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki
konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang
salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945.
Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD
1945? Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh
PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No.
7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan,
Batang Tubuh, dan Penjelasan. Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas
16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat
Aturan Tambahan. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada
beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara,
kedaulatan, dan sistem pemerintahan.
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembagalembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a.Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.Presiden
c.Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e.Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembagalembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
a.Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.Presiden
c.Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e.Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1.didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2.penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat;dan
3.didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga Negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a.Presiden
b.Menteri-Menteri
c.Senat
d.Dewan Perwakilan Rakyat
e.Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1.didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2.penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat;dan
3.didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga Negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a.Presiden
b.Menteri-Menteri
c.Senat
d.Dewan Perwakilan Rakyat
e.Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
3. PeriodeBerlakunyaUUD RIS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan RepublikIndonesia.UndangUndangDasarSementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6bab dan146pasal.
Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a.Presiden danWakil Presiden
b.Menteri-Menteri
c.Dewan Perwakilan Rakyat
d.Mahkamah Agung
e.Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung. Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1.Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3.Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan RepublikIndonesia.UndangUndangDasarSementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6bab dan146pasal.
Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a.Presiden danWakil Presiden
b.Menteri-Menteri
c.Dewan Perwakilan Rakyat
d.Mahkamah Agung
e.Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung. Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1.Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3.Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.
4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959–19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
5.UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999– Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga Negara menurut UUD1945 sesudah amandemena dalah
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga Negara menurut UUD1945 sesudah amandemena dalah
:
a.Presiden
b.Majelis Permusyawaratan Rakyat
c.Dewan Perwakilan Rakyat
d.Dewan Perwakilan Daerah
e.Badan Pemeriksa Keuangan
f.Mahkamah Agung
g.Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
a.Presiden
b.Majelis Permusyawaratan Rakyat
c.Dewan Perwakilan Rakyat
d.Dewan Perwakilan Daerah
e.Badan Pemeriksa Keuangan
f.Mahkamah Agung
g.Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar